Skripsi
Mengucapkan Salam kepada Yahudi dan Nasrani (Kajian Ma’ani Al Hadits dengan Pendekatan Historis dan Sosiologis)
HADITS TENTANG LARANGAN MENGUCAPKAN SALAM KEPADA YAHUDI DAN NASRANI
(Kajian Ma’ani Al-Hadits dengan Pendekatan Historis dan Sosiologis)
Skripsi dengan judul “Hadits tentang Larangan Mengucapkan Salam Kepada Yahudi dan Nasrani (Kajian Ma’ani al-Hadits dengan Pendekatan Historis dan Sosiologis)†yang ditulis oleh Akhmad Ali Said dibimbing oleh Salamah Noorhidayati, M.Ag.
Penelitian dalam skripsi ini dilatarbelakangi oleh sebuah fenomena bahwa banyak Ulama Islam berpeda pendapat mengenai mengucapkan salam kepada umat beragama lain, ada yang melarang dan ada yang membolehkan. Yang berlandaskan pada suatu hadits bahwa Nabi pernah melarang umat Islam mengucapkan salam kepada Yahudi dan Nasrani. Dari perbedaan tersebut, maka penulis ingin mengkaji hadits tentang larangan mengucapkan salam kepada Yahudi dan Nasrani dari segi kualitas sanad dan matan dan juga bagaimana memahami hadits tersebut agar mendapatkan pemahaman yang sesuai dengan konteks kekinian dengan menggunakan pendekatan historis dan sosiologis.
Rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah (1) Bagaimana kualitas sanad hadits tentang larangan mengucapkan salam kepada Yahudi dan Nasrani? (2) Bagaimana kualitas matan hadits tentang larangan mengucapkan salam kepada Yahudi dan Nasrani? (3) Bagaimana pemahaman yang tepat tentang hadits tentang larangan mengucapkan salam kepada Yahudi dan Nasrani? (4) Bagaimana relevansi dan kontekstualisasi hadits tentang larangan mengucapkan salam kepada Yahudi dan Nasrani terhadap hubungan antar agama dan toleransi beragama pada masa sekarang? Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam hal ini adalah mengetahui secara jelas kualitas hadits dan pemahaman yang tepat tentang hadits tentang larangan mengucapkan salam kepada Yahudi dan Nasrani.
Dalam kajian ini digunakan metode takhrij al-hadits, naqd as-sanad, naqd al-matan dan al-i’tibaar. Takhrij al-hadits digunakan untuk mengetahui letak hadits yang serupa dalam kitab hadits lain. Naqd as-sanad dan matan digunakan untuk mengetahui kualitas sanad dan matan hadits. Sedangkan al-i’tibaar untuk mengetahui adanya syaahid dan mutaabi’ guna memperkuat jalur sanad hadits yang sedang diteliti.
Setelah penulis mengadakan penelitian dengan motode di atas, akhirnya dapat disimpulkan bahwa hadits tersebut berdasarkan data al-Jarh wa al-Ta’diil penilaian para kritikus hadits bervariasi pada setiap perawi dari hadits di atas memakai tsiqah, tsiqah tsabat, tsiqah hafidz, tsiqah hajjah, shaduuq dan la ba’sa bih, maka penulis mengambil yang tengah-tengah yaitu kualitas para perawi hadits ini bersifat hasan, karena didukung dengan jalur lain maka menjadi shahih lighairih, hadits tersebut berdasar sighat tahammul banyak memamakai hadatsana yang tergolong hadits menggunakan metode al-sama’ dan menggunkan hadits ini diriwayatkan secara ma’na. Dari kajian hadits tentang larangan mengucapkan Salam kepada Yahudi dan Nasrani adalah didapat pemahaman sebagai berikut: (a) berdasarkan analisis/pendekatan historis dan sosiologis ternyata permasalahan yang dihadapi umat Islam sangatlah kompleks, setelah hijrah di Madinah, Nabi Muhammad shalat dengan menghadap kiblat Baitul Maqdis selama kurang lebih 16 bulan dan pada pertengahan bulan Rajab tahun ke dua Hijriah Nabi SAW mendapat wahyu agar membedakan ajarannya dengan agama terdahulu yaitu Yahudi dan Nasrani dengan memindahkan arah kiblat ke Ka’bah. Sehingga yang ditanggapi oleh Yahudi dan Nasrani dengan sinis,dan sebagai sumbu penyulut permusuhan orang-orang Yahudi terhadap orang-orang Muslim, karena ketika itu kaum Yahudi Madinah dan kaum Nasrani Najran mengharapkan agar Nabi dan kaum Muslim mengarahkan shalat mereka ke kiblat mereka. Setelah itu sikap permusuhan Yahudi terhadap Nabi dan orang-orang Islam mulai ditampakkan dengan sikap, yaitu bahwa ketika Sekelompok orang Yahudi mengucapkan salam kepada Nabi dengan ucapan 'As Saamu 'Alaika (Kematian bagimu) dan terhadap merekalah Nabi Muhammad SAW bersabda untuk tidak mendahului mengucapkan salam kepada mereka (Yahudi dan Nasrani). (b) Dari pendekatan historis dan sosiologis bahwa hadits ini sangat terpengaruhi oleh keadaan dan dapat di simpulkan bahwa hadits ini bersifat situsional dan temporal. Dalam suatu konteks, Nabi Muhammad SAW. melarang mengucapkan salam kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani untuk kemaslahatan, yaitu menghindari penghinaan dan pelecehan.
Sedangkan relevansi dan kontekstualisasi dari hadits tentang larangan mengucapkan Salam kepada Yahudi dan Nasrani terhadap hubungan antar agama dan toleransi. Dari sudut pandang konteks sekarang dan ke Indonesiaan, maka hadits ini tidak relevan berdasarkan pada kemaslahatan dan hikmah, untuk tetap dipegang sebagi hujjah sebagai larangan mendahului salam kepada non Muslim. Karena di Indonesia banyak orang Muslim dan orang-orang non Muslim bersahabat, berkeluarga dan bertetangga, atau paling tidak, tidak bermusuhan. Dalam konteks seperti itu, bertolak pada kemaslahatan dan hikmah, mengucapkan salam kepada orang-orang non Muslim adalah tidak dilarang, alias boleh. Bila pada akhirnya berbeda konteksnya jika terjadi konflik antar umat beragama saling bermusuhan seperti pada waktu hadits ini muncul maka demi kemaslahatan juga, bahwa untuk mengucapkan salam kepada umat lain bisa dimaknai tidak boleh atau dilarang demi menghindari penghinaan dan pelecehan.
U-2012/TH/007 | KK U-2012 Sai TH | UIN SATU Tulungagung | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - No Loan |
U-2012/TH/008 | KK U-2012 Sai TH | UIN SATU Tulungagung | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - No Loan |
Tidak tersedia versi lain